Monday, April 1, 2013

Delapan Puluh Dua Hari



Kita hanya terpisah delapan puluh dua hari, bukan bertahun-tahun dan ber kilo-kilo meter seperti hitungan lazim. Kalau tak percaya, lihat saja kalender lantas hitung dengan perspektif berbeda. Kita hanya terpisah delapan puluh dua hari bukan? Di jam ini. Di hari tanggal bulan dan tahun ini kita hidup bersama-sama. Hanya saja kita seperti dua buah mata, yang hidup bersama tapi tak pernah melihat satu sama lain, juga seperti sepasang telinga yang dekat namun tak bertemu satu sama lain. Itu sebabnya aku berkata bahwa kita hanya terpisah delapan puluh dua hari, karena aku dan kau sama-sama hidup di waktu yang sama, dan jarak tak akan pernah menjadi oposisi untuk menentang teori ini. 

Kalau begitu, adakah sebenarnya kita sangat dekat namun seperti sepasang telinga yang ditakdirkan untuk tidak pernah bertemu? Mungkin. Aku tak akan berkecil hati, karena kita hanya terpisah delapan puluh dua hari, kita tetap hidup bersama-sama hingga perpisahan yang semutlak-mutlaknya terjadi. 

Aku tak perlu lagi resah, karena jika Ia mengizinkan, kelak kita akan seperti sepasang tangan yang jika ingin bertepuk maka tak bisa dengan terpisah-pisah. Kita akan seperti sepasang paru-paru atau ginjal yang hanya akan berfungsi dengan sempurna jika bersama-sama dan berdampingan.

Kau tahu, bunga dan daun adalah kolaborasi yang serasi. Semoga kitapun bisa begitu, menjadi serasi karena ketaatan pada-Nya. Menjadi sebaik-baiknya kolaborasi dengan ridho-Nya. 

Aku tahu, aku tak berhak menerka-nerka. Namun, ketika entah karena apa cita-cita ini sampai padamu. Tak ada salahnya kan aku sedikit berharap?



No comments:

Post a Comment