Tuesday, March 19, 2013
Wednesday, March 13, 2013
Perempuan...
Kita hanyalah perempuan, yang terbelit banyak aturan. Maka
sungguh, ada hal-hal yang tidak sepatutnya kita mulai kendatipun kita ingin, kendatipun
kita tak sabar hati untuk memulai. Teman, aku bukan tidak paham dengam emansipasi,
tapi aku hanya tidak ingin mengaplikasikan istilah itu dengan hal-hal berlebihan
sehingga menjadi pembenaran dari perkara yang tidak sepatutnya kita lakukan.
Kau tahu mengapa? Karena kehormatan adalah harga mati yang
tak bisa di tawar-tawar lagi. Bahkan hal itu menjadi salah satu dari empat
syarat seorang perempuan dapat menghuni tempat terindah-Nya.
“Ah, kamu berlebihan.” Sanggahmu. Adalah hakmu menilai aku
bagaimana. Namun, tak ada yang ku sesali dari sikapku. Kau tahu bukan, aku
bahkan pernah menyiapkan sekian banyak burung-burung kertas yang nantinya akan
menjadi simbol untukku menyatakan sesuatu. Namun Ia
sungguh tak pernah datang terlambat untukku. Ia menghentikan burung-burung
kertas itu di hitungan kesekian dan menyadarkanku bahwasanya ada hal-hal yang
tidak seharusnya kita utarakan, sebut saja perkara hati. Dan kau tahu
kelanjutannya bukan? Selang beberapa bulan, hal itu hanya menjadi kisah yang
kadaluarsa. Aku tak lagi ingin mengutarakan, karena perkara hati itu sudah
selesai. Maka beruntunglah aku teman. Bayangkan saja jika waktu itu aku nekat
mengutarakan.
Intinya, ini hanya tentang bagaimana kita bertahan. Aku
mengerti sungguh berat bertahan untuk tidak mengungkapkan apa yang ingin kita
ungkapkan. Terlebih jika kenyataan menghadirkan warna hitam pekat yang selalu
membuat hati ini berkabung. Tapi teman, memutuskan untuk bertahan akan jauh
lebih indah ketimbang beralibi akan emansipasi untuk mencari pembenaran.
“Buktinya kamu sendiri tidak bahagia kan dengan pilihanmu untuk bertahan dan
tetap diam?” Kau masih saja menyanggah. Tapi kau salah, aku bahagia dengan
kebertahanan ini. Meskipun seringkali aku tak sabar hati, tapi dengan aku masih
berada di tempat ini, itu artinya aku masih sanggup bertahan.
Aku yakin, akan ada skenario terindah dari-Nya tanpa harus
aku yang memulai. Pun seandainya skenario itu tidak pernah terjadi di dunia,
kebertahanan itu akan menjadi skenario terindah saat kita pulang, saat tiba
waktu kita kembali.
Maka ya Rabb, janganlah biarkan kami resah akan skenariomu
itu. Karena ada hal yang jauh lebih patut untuk kami resahkan, yakni ke tempat
mana kami akan kembali. Biarkan kami tenggelam dalam penghambaan kami pada-Mu
ya Rabb, agar kami mendapat tempat kembali yang indah. Aamiin…
Teman, bagaimana kabarmu hari ini?
“Apa yang sudah aku putuskan ini benar Win.” Beberapa kali
aku memutar ulang rekaman suara dalam memoriku. Dan yang ku ingat Winda
menjawabnya dengan kalimat-kalimat brilian. “Tidak ada kebenaran yang mutlak di
hidup ini May. Kamu hanya tinggal lupakan keputusan itu, maka kamu tidak akan menyesal.”
Berkali-kali aku mencoba mencerna kalimat-kalimat itu. Dan kau tau Win, kau
harusnya merasakan sendiri, tidak adil rasanya kalau kau hanya berteori.
Sejak hari itu, aku memang melebur menjadi serbuk-serbuk
halus yang terombang ambing, yang rapuh oleh gemuruh, bahkan bisa menghilang
begitu saja hanya dengan satu tiupan sopan. Waktu tak merubah apapun. Aku masih
saja menyalahkan waktu, padahal aku sendiri yang tak mau beranjak, aku sendiri
yang lebih memilih berjalan mundur.
Waktu itu aku memang tak berfikir panjang mengambil
keputusan, tapi seandainya pun hari ini aku masih belum memutuskan apa-apa, itu
tidak akan merubah apapun. Tidak akan merubah ketidakpeduliannya padaku.
“Tapi Win, aku boleh kan
sesekali ingin tahu keadaannya?”
“Tentu saja boleh, aku akan dengan senang hati
memberitahukannya padamu, atau mungkin kamu ingin bertanya langsung padanya.”
Jawab Winda. Tentu saja tidak.
Aku tidak akan seberani itu bertanya langsung. Ada banyak hal yang tidak
harus dilakukan dengan verbal, termasuk hal ini. Memang hanya sekedar bertanya
kabar, namun semua itu akan dengan ajaib luruh tanpa meninggalkan kesan apapun.
Dari pada begitu kan
lebih baik aku menginvestasikan pertanyaan-pertanyaan itu dalam sebuah doa agar
hasilnya berkali-ksli lipat. Ya aku selalu percaya akan keajaiban doa.
Di tempatku, saat ini pukul 5 pagi. Ya ampun, aku tidak tidur
semalaman ternyata. Bagaimana pula aku bisa tidur sementara bagian-bagian tubuh
ini terpisah. Hatiku ada di setahun yang lalu saat aku menyadari ada hal yang
tak biasa terjadi, otakku ada di sebulan yang lalu saat aku dengan setengah
mantap menggenggam keputusan itu, tanganku menggapai-gapai harapan yang
tergantung tinggi di atas sana, kakiku merangkak-rangkak mencari pembenaran
atas keputusan yang telah aku buat. Tidak kompak dan sangat berantakan. Lantas
bagaimana mungkin aku bisa tidur sementara bagian-bagian tubuh ini tak sinkron
berfungsi.
Embun pagi berkali mengetuk-ngetuk hati. Memamerkan
butirannya yang bersih. Menorehkan satu kesan dibenakku bahwasanya hidup masih
menawarkan kebaikan. Aku hanya perlu menciptakannya. Seperti embun yang tak
perlu mencari kedamaian, karena ia menciptakannya sendiri dari bulir-bulirnya
yang terjatuh sempurna. Akupun bisa terjatuh dengan indah bukan? Dan pagi
seperti biasa tak pernah membawa kabar darinya.
Teman, bagaimana kabarmu hari ini?
Subscribe to:
Posts (Atom)