Hampir tiga belas bulan. Dan aku masih hilang. Kali ini
ingin sekali aku merangkak ke hari itu. Hari yang istimewa. Malam termewah
sepanjang hidupku. Bagi sebagian orang, kemewahan adalah ketika bagian-bagian
tubuh mereka terbelenggu oleh puluhan kilogram perhiasan. Bagi sebagian yang
lain, kemewahan berarti dapat membeli semua hal, dan itu artinya terbelenggu
oleh ribuan lembar materi. Bagiku kemewahan adalah ketika hal yang paling
berharga ada di dekatku, namun aku tidak terbelenggu olehnya.
Malam itu aku tidak sendiri, aku bersama seorang teman.
Menyapa malam, mengisi keheningan dengan beberapa butir obrolan. Lalu sesekali
terdengar gemericik angin menelusup berebut masuk ke dalam ruangan melalui
celah-celah jendela. Padahal aku sengaja tidak menutup pintu, dan angin-angin
itu seharusnya dapat dengan mudah masuk melewati pintu tanpa harus berebut
masuk lewat jendela. Ah, angin-angin itu seperti manusia saja, selalu
mempersulit diri padahal ada pilihan yang lebih mudah.
Perbincanganku dengan seorang teman itu berlanjut, namun
mendadak kaku. Ada banyak reaksi tanpa aksi. Jelas saja itu menyalahi teori
fisika dimana seharusnya reaksi ada ketika ada aksi. Namun dengan segala
kesalahan itu, akhirnya aku mengerti bahwa kekakuan dan reaksi-reaksi itu ada
untuk membawaku pada sebuah kemewahan tiada tara. Pada sebuah jeda waktu yang
kosong dimana ada banyak reaksi tanpa aksi, aku sempat melayangkan pandangan
pada beberapa sudut. Menikmati setiap goresan-goresan dinding yang tak rapi di
cat. Malam ini adalah malam terakhir untukku berada di tempat ini, dan aku
ingin memotret setiap kejadian yang pernah terjadi di dalamnya antara aku dan
satu hal itu, kemewahan.
Semakin malam, obrolanku dengan seorang teman itu semakin
rancu. Menurutku obrolan ini aneh, terlalu membawa-bawa emosi. Ia mengungkapkan
hal-hal yang seketika membuat hatiku berdesir hingga merasakan kemewahan itu.
Ya, dalam sebuah jeda dan buncahan hati yang entah itu desiran apa, aku berani
berkata bahwa kemewahan adalah ketika aku duduk bersisian dengan seorang teman
malam itu. Malam dengan banyak jeda yang hanya terisi oleh diam.
Wahai teman, kenapa harus begini? Kecambah-kecambah ini
tumbuh tanpa pernah aku menanamnya. Dan pada saat yang bersamaan aku harus
pergi. Meninggalkan banyak hal. Meninggalkan hatiku disana hingga hari ini.
Hingga tiga belas bulan berlalu. Apa kecambah-kecambah itu masih kau rawat
teman? Atau jangan-jangan sudah kau abaikan sepersekian detik setelah aku
pergi, atau mungkin kau tak pernah sama sekali tahu?
Di tempatku sekarang, di tiga belas bulan berlalu. Ada
banyak kebiasaan yang berubah. Satu perubahan terbesar adalah bahwa aku tidak
lagi melewati malam dengan seorang teman. Bahwa artinya aku tidak merasakan
lagi kemewahan itu ada.
Ada banyak keberhargaan disini, ditempatku. Saat aku
terbangun dari tidur dan mendapati secangkir teh di pagi hari, Saat aku masih
terjaga dan mendapati secangkir kopi di malam hari, lalu saat disekelilingku
ada banyak kejadian baik hati yang menawarkan secarik kemewahan. Semua hal itu
tak pernah membuatku merasakan kemewahan seperti malam itu, malam ketika aku
duduk bersisian dengan seorang teman.
Kemewahan itu hilang. Seorang teman itu tak akan pernah
kembali. Dan malangnya, hatiku masih tertinggal disana. Di tiga belas bulan
yang lalu. Di malam aku duduk bersisian dengan seorang teman. Malam itu.....
Aku rindu. Malam itu..... Ah, sudahlah.
Perbincanganku dengan seorang teman itu berlanjut, namun mendadak kaku. Ada banyak reaksi tanpa aksi. Jelas saja itu menyalahi teori fisika dimana seharusnya reaksi ada ketika ada aksi. Namun dengan segala kesalahan itu, akhirnya aku mengerti bahwa kekakuan dan reaksi-reaksi itu ada untuk membawaku pada sebuah kemewahan tiada tara. Pada sebuah jeda waktu yang kosong dimana ada banyak reaksi tanpa aksi, aku sempat melayangkan pandangan pada beberapa sudut. Menikmati setiap goresan-goresan dinding yang tak rapi di cat. Malam ini adalah malam terakhir untukku berada di tempat ini, dan aku ingin memotret setiap kejadian yang pernah terjadi di dalamnya antara aku dan satu hal itu, kemewahan.